Selasa, 02 Oktober 2012

Berbagi Cerita : Berbagi dengan Nyata

Hari ini, Selasa 02 Oktober harusnya jadi jadwal saya bertemu dia. Agenda selasa kali ini sudah kami sepakati untuk menengok sebuah tempat yang rencananya akan saya sewa untuk merealisasikan satu mimpi. Namun, agenda ini ternyata harus dipending dulu.

Hari Kamis minggu lalu, saat saya sedang asik berinternet ria dan membuka situs facebook, status seorang teman lama saya muncul di home. Yang menarik bukan statusnya, tapi profile picturenya. Foto yang saat itu menjadi profile picturenya adalah foto anak bayi. Dengan menggunakan kemampuan dan bakat kepo (tapi kepo yang ini positif lhoooo.. :p), saya memperoleh informasi kalau bayi itu adalah anaknya. Namun tak saya temukan status married, juga foto2 pernikahan yang biasanya dengan bahagia di upload oleh pasangan baru.

Hati saya mulai tak tenang. Firasat saya buruk. Langsung saja saya mengiriminya message. Singkat cerita, akhirnya saya mendapat nomer handphonenya dan kami berkomunikasi lewat sms. Dan mendapat sms dia "gw diusir dari rumah. Sekarang tinggal berdua anak gw doang. Gw udah gak punya temen lagi dan gw gak punya kerjaan", cukup menjawab dugaan dan firasat buruk saya.

Saya dan dia dulunya sekolah di SD yang sama. SMP kami juga masih satu sekolah. Meski tidak pernah sangat amat dekat, namun pertemanan kami baik. Kami seringkali berbagi cerita. Bahkan saat SMA dan kuliah kami tidak lagi bersama, kami juga masih sempat beberapa kali bertemu.

Berhubung jadwal saya sehari-harinya cukup padat dan hanya hari selasa saja yang sengaja saya kosongkan untuk rehat sekalian melepas rindu dengan "dia", maka langsung saja saya menawarkan bertemu di hari selasa kepada teman saya ini. Meskipun sikap saya ini menuai kesensian dari "dia" yang merasa waktunya diambil, namun akhirnya saya mencoba mengaturnya dan jadilah hari ini saya bertemu dengan teman saya ini.

Sekitar jam 9 saya berangkat dari kostan. Tujuan saya adalah jatibening, dimana teman saya mengontrak rumah. Dia datang menjemput saya di depan gang. Dengan menggendong seorang bayi. Yaa..saya kenal bayi itu, walau hanya lewat fotonya saja. Bayi itu sangat kurus. Dan sukses mendatangkan haru. Langsung saya menjulurkan kedua tangan saya kepadanya ; "ikut tante yukk". Dan tak menghitung menit, dia langsung saja lekat dalam pelukan saya. Sepanjang jalan sampai ke rumahnya, saya menggendong bayi itu.

Teman saya mulai bercerita. Tentang kisahnya. Berpacaran selama tiga tahun dengan seorang pria. Berbeda agama. Tidak disetujui kedua orangtua. Sampai akhirnya, bulan Juni 2011 dia hamil. Dan pacarnya? Tak mau bertanggungjawab. (sorry, tapi ini semakin membuat saya memandang rendah kaum adam). Orangtuanya tak bisa menerima keadaannya, maka keluarlah dia dari rumah.

Berkali kali menurut pengakuannya, dia mencoba membunuh anaknya ini. Dengan minum obat-obatan. Tapi kehendak hidup anak ini begitu besar. Ia mau mengenal mamanya dan menjaga mamanya, saya rasa.

Bayi polos dan lugu ini lahir di usia kandungan 8 bulan. Tanpa seorang ayah. Dengan keadaan yang begitu sulit. Dan sungguh, saya menuliskan ini dengan menitikkan air mata, sambil menyebut nama : "Paulus". :)

Ayahnya sungguh tidak bertanggunjawab. Juga tidak menafkahinya sama sekali. Berbulan-bulan ia tinggal dan hidup dengan segala kekurangan. Wajar jika anak ini sekarang kurus. Ibunya makan apapun yang mungkin bisa ia beli. Bayi ini bahkan hanya punya dua pasang baju. Ibunya tak mungkin bekerja, karena anaknya belum bisa ditinggal. Selama berbulan-bulan mereka hidup hanya dengan uang tabungan yang masih bersisa.

Sampai akhirnya sekarang uangnya habis dan ia tidak bisa membayar rumah kontrakannya.

Itulah niat awal ia kepada saya. Meminjam uang untuk membayar uang kontrakan.

Tapi itu tidak cukup. Lima ratus ribu tidak akan membawa dia keluar dari masalahnya. Setelah mengajaknya makan (sumpah..dia udah lama banget pengen makan bakso dan gak kesampean) dan belanja kebutuhan rumah tangganya saya menyampaikan buah pemikiran saya.

Selama dia bercerita, saya memutar otak, berpikir bagaimana caranya untuk membantunya. Akhirnya saya sampaikan bahwa saya ingin mengajaknya tinggal bersama saya. Tentu bersama bayi manis itu. Tapi tidak di kostan saya. Tidak mungkin di sini. Saya akan mencari rumah kontrakan dulu. Yang cukup dapat menampung kami bertiga. Maka, ia tetap harus membayar sewa kontrakan selama satu bulan ini, sambil saya mencari rumah. Rumah yang bukan hanya bangunan. Tapi juga kehidupan.

Sungguh, saya takut membayangkan ini. Saya takut keinginan saya terlalu muluk. Saya takut proses ini tidak mudah. Namun, bukankah saat kita memiliki keinginan kuat untuk berbagi dengan nyata, Dia akan selalu bersama kita? Maka, saya katakan padanya : "gw mungkin tidak akan dapat memberikan kehidupan yang layak. Gw bukan milyuner. Gw mungkin juga tidak bisa selalu menyiapkan makanan yang enak. Tapi gw akan berusaha, berusaha untuk memberikan kehidupan".

Dan biarkanlah saya dengan proses ini. Proses berbagi dengan nyata. Berbagi bukan dengan kelebihan saya.. Tapi dengan segala kekurangan yang ada. Layakkanlah saya. :) Semangaaattttt.. :) Agenda pertama : cari rumah kontrakan. :)

Tidak ada komentar: