Kamis, 25 Oktober 2012

Berbagi Kisah Kasih : Transjakarta Ladangnya Insipirasi : Ketakutan?

Selasa, 25 September 2012 yang lalu saya menulis begini :


Berbagi Kisah Kasih ; Transjakarta malam ini : Bertahan untuk Mencinta. Hanya Cinta. Itu Saja.

Di transjakarta malam ini. Timbullah sebuah pemikiran. Namun sepertinya lebih pantas disebut selingan. Hmm..suara hati mungkin. Tiba-tiba saja. Tanpa diduga.

"Harusnya aku tahu betapa kamu mencintaiku. Buktinya kamu nyata. Masih di sini. Bertahan untukku, sesulit apapun. Kamu bertahan bukan karena sebuah tanggungjawab. Bukan karena kewajiban. Bukan karena norma. Bukan karena keinginan orangtuamu, atau orangtuaku. Bukan karena kamu tidak bisa hidup tanpaku. Bukan karena moral. Bukan juga karena sebuah janji. Aku rasa juga bukan karena kamu takut aku bunuh diri jika kamu meninggalkanku ; karena kamu tahu itu tak akan terjadi. Kamu bertahan hanya untuk mencinta. Untuk bahagia bersamaku, katamu dulu.

Kamu bebas. Kamu lepas. Kamu tidak terikat apapun padaku. Kecuali dalam cinta ; irisan kita yang tak tahu musti diukur pakai apa besarnya. Yaa..hanya cinta.

Sekarang aku merasa bodoh karena seringkali mempertanyakan rasamu itu, karena seringkali menuntutmu ini itu. karena seringkali meragu, karena seringkali curiga. Padahal bertahan adalah bukti cintamu yang paling nyata. Padahal untuk bertahan saja, kamu harus merelakan banyak hal, harus direpotkan banyak keadaan.

Baiklahh..terimakasih. Itu yang mau aku ungkapkan kepadamu. Itu saja. Meski mungkin kamu tak akan pernah membaca ini."
                            
                                                                           * * *

Dan kali ini, tanggal 25 Oktober 2012, pukul 01:00 saya ingin menuliskan sebuah pemikiran yang lagi-lagi munculnya di Transjakarta malam hari, di jalan pulang setelah ngelesin. (Kebetulan tepat sebulan dari tulisan sebelumnya,hehe)

"Kamuuu...ternyata setelah mengetahui betapa kamu mencintaiku, dengan "bertahan" sebagai buktinya nyatanya, aku tetap tak semudah itu menjalani proses ini. Aku juga gak tau kenapa. 

Padahal, aku merasa bodoh karena seringkali mempertanyakan rasamu. Tapi kenapa sampai sekarang aku masih suka mempertanyakan rasamu yaa? Apa karena memang belum saatnya aku pintar?! Kan yang seringkali kehidupan larang adalah jika aku terlalu bodoh. Bodoh yang kelewatan. Mungkin kalau bodohnya masih begini-begini aja dibiarin kali yaa sama kehidupan?

Ahhh..entahlah,,

Lagipula kata Marsha kan Cinta itu indah. Tapi menjalaninya gak semudah dan gak semulus cerita di dongeng

Liat aja tuh Marsha dan Vino di filmnya, banyak berantem2nya juga kok. Ada adegan dimana Marsha turun dari mobil Vino. (Mengingatkan aku waktu aku minta diturunin di jalan dan beneran diturunin sama kamuu). Terus di film itu juga ada adegan dimana Marsha gak mau angkat telpon dari Vino. (kayak aku kan yang beberapa hari lalu gak mau angkat telepon dari kamu?).

Tapiii..tapiii... Ini beneran cinta ternyata. Waktu aku udah sukses diturunin di tengah jalan sama kamu, nyatanya akhirnya kita ketemu lagi dan tetep pulang bersama. Kenapa? Karena aku mengkhawatirkan kamu. Cuma karena aku gak liat kamu, padahal liat yang lainnya. Semarah-marahnya aku, teteeepp,,aku gak bisa membayangkan terjadi sesuatu sama kamu. Aku takut kamu kenapa-napa. Dan aku gak mau itu. 

Ini beneran cinta ternyata. Seharusnya kamu udah kesel banget sama sikap ku. Dan aku tau kamu marah banget, ini untuk pertama kalinya kamu mengijinkan aku pulang sendirian. Tapi apa? Teteeep..kamu mendoakan aku saat itu. Tapi apa? Tetap kamu menghampiriku saat aku mau ketemu kamu saat itu juga. 

Adakah alasan lain selain cinta sehingga kita mampu mengalahkan segala bentuk amarah dan ketidakpedulian?

Lagi-lagi kata Vino dan Marsha :
Gw gak peduli orang yang memandang sebelah mata hubungan gw sama dia
Gw gak takut sama orang-orang yang berusaha sekuat tenaga buat ngancurin dan misahin gw sama dia
Tapi yang gw takutin cuma satu
Yaitu saat gw ngebuka mata gw di pagi hari dan gw tau kalau dia udah gak cinta lagi sama gw

Pertama kali aku copy-paste kalimat-kalimat itu, kamu cuma bilang : "gak bisa berkata apa2. bener aja kata-katanya, cuma kurang satu kalimat." Lalu kamu menambahkan kata-kata pelengkap kalimat terakhirnya : ".....kalau dia udah gak cinta lagi sama gw dan meninggalkan gw."

Itukah ketakutanmu? Takutkah kamu saat aku gak mengangkat teleponmu, gak mau ketemu kamu, balas pesan seadanya, takutkah kamu aku menginggalkanmu?

Lalu kamu..dengan polosnya berkata : "ketakutanku adalah..aku gak punya cukup waktu, kesempatan dan kemampuan untuk membuktikan aku cinta kamu"

Bahagia yaa kamu bisa mendeskripsikan ketakutanmu hanya dengan satu kalimat. Sementara aku gak bisa dengan mudah mendeskripsikan ketakutan-ketakutanku. Begitu banyak.

Satu di antaranya : "ketakutanku adalah..aku gak punya cukup waktu, kesempatan dan kemampuan untuk bertahan sampai kamu bisa membuktikan cinta yang kamu maksud"

Kamuuu..kalau bertahan adalah bukti nyata cintamu yang juga aku sadari, apakah ketidakmampuanku bertahan adalah bukti ketidakcintaanku?

Ahhhh...

Galaunya gak mau secepat itu pergi ternyata. :(

Tapi..sungguh..masih saja mau aku ucapkan terimakasih untuk segala proses yang luar biasa ini. :)"

Tidak ada komentar: